Percikan Iman – Bila kita menghadapi sakit pada tubuh kita, alangkah baiknya jika kita bercermin dari kisah Nabi Ayub A.S. Kita juga perlu memahami jika sakit ialah “hadiah” dari Allah S.W.T. Namun, nyatanya, tidak semua orang dapat menerima “sakit”.
Bila seseorang mengalami sakit pada jasadnya, kebanyakan dari kita akan “terpaksa” akan mengeluarkan banyak uang. Namun, bagaimana jika “hati” kita yang sakit. Faktanya, banyak orang kesulitan mendeteksinya.
Kenapa Allah S.W.T. menyampaikan pernak-pernik Nabi Ayub A.S. dalam Al-Qur’an? Tentunya, untuk kita ambil sebagai hikmah.
Ketahuilah, Nabi Ayub, sebelum sakitnya, ialah seorang yang kaya raya; banyak hartanya, keluarganya pun besar. Pada kondisi tersebut, Nabi Ayub A.S. berhasil melalui ujiannya dengan senantiasa memberikan hak harta sesuai dengan kehendak Pemiliknya. Sosok Nabi Ayub A.S. memiliki hiasan berupa akhlak yang luar biasa, dia jujur juga dermawan.
Karena itu-lah, Iblis sangat iri padanya.
Ketika Nabi Ayub berusia 51 tahun, di masa itu terhitunglah 20 tahun Nabi Ayub menikmati hidupnya. Di kala itu-lah nabi Ayub mengalami sakit yang merusakkan dirinya; hampir semua bagian tubuhnya mengeluarkan nanah.
Belum lagi, istrinya banyak yang meninggal dan meninggalkan dirinya, anaknya meninggal, binatang ternaknya banyak yang mati. Tak ada sedikitpun harta yang tersisa.
Nabi Ayub A.S. dengan kondisinya tersebut akhirnya memilih pindah dari tempat asalnya. 18 tahun lamanya Nabi Ayub A.S. mengalami sakit tersebut. Mari kita mulai bercermin. Bagaimana dengan kita? Bagaimana kita menyikapi sakit yang hanya beberapa hari, sedangkan selama berpuluh tahun, kita menikmati hidup kita.
Mari ktia buka surat Al-Anbiya ayat 82 – 83. Pada ayat ini, kita akan menemukan betapa Allah S.W.T. memuliakan Nabi Ayub A.S.
۞ وَاَيُّوْبَ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ ۚ
Ingatlah kisah Ayub, ketika ia berdoa kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku. Sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”
Dari ayat tersebut, kita dapat melihat bagaimana sikap Nabi Ayub A.S. ketika Allah S.W.T. memberikannya ujian. Tanpa sedikitpun “mecela” sakitnya, malah ia merasa malu untuk sekadar meminta “kesehatannya” dikembalikan, lantaran ia ingat kadar kebahagiaan yang sudah Allah S.W.T. berikan padanya.
Ketika Nabi Ayub A.S. menginjak usia 71 tahun, Allah S.W.T. mengembalikan apa yang menjadi hak-nya. Istrinya melahirkan banyak anak kembar hingga mencapai 22 anak. Hartanya, Allah S.W.T. ganti sejumlah tiga kali lipat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاسْتَجَبْنَا لَهٗ فَكَشَفْنَا مَا بِهٖ مِنْ ضُرٍّ وَّاٰتَيْنٰهُ اَهْلَهٗ وَمِثْلَهُمْ مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنْ عِنْدِنَا وَذِكْرٰى لِلْعٰبِدِيْنَ ۚ
Maka, Kami kabulkan doanya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya. Kami lipat gandakan jumlah mereka sebagai suatu rahmat dari Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah kami. (Al-Anbiya’:84)
Tulisan merupakan resume materi “Kajian Tematik” yang disampaikan oleh Ustadz Nurjaman Sidiq pada MPI Ahad (20 November 2022) di Masjid Peradaban Percikan Iman, Arjasari