Allah telah memberikan rambu-rambu penting, bahwa manusia yang mengaku beriman harus membuktikan dirinya dengan bersungguh-sungguh melaksanakan ibadah sekaligus mampu bersikap shaleh ketika ber-sosial. Seseorang yang rajin Ibadah dan Pintar dakwah belum tentu shalih dengan sebenar-benarnya jika ternyata dalam hubungan sosial tidak menerapkan apa yang telah difahami.
Salah satu ciri utama manusia beriman, adalah hatinya peka terhadap lingkungan sekitar. Ketika ada tetangga, saudara atau siapapun yang membutuhkan bantuan maka sang beriman mustinya akan beringan hati untuk membantu, minimal mendoakan. Sehingga menjadi kesimpulan bahwa manusia beriman pasti bukan orang yang kikir ataupun pelit.
Keyakinan akan Harta yang “sebenarnya” adalah terletak di akherat membuat manusia beriman untuk berinfaq atau sedekah dengan suka cita bahkan di waktu atau kondisi sempit sekalipun.
”Jika mati seorang anak Adam maka putuslah segala amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Dari hadis di atas, banyak hikmah yang bisa dipetik tentang bekal untuk mati dan agar pahala kita terus mengalir meskipun telah meninggal dunia. Satu di antaranya adalah sedekah atau amal jariyah dalam arti luas.
Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya pahala orang Mukmin yang menyusul amalnya setelah dia meninggal dunia adalah ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan, anak-anak saleh yang dia tinggalkan, atau mushaf (Alquran) yang dia wariskan, atau masjid yang dia bangun, atau rumah yang dia bangun untuk para ibnu sabil, atau kali yang dia alirkan untuk kepentingan umum, atau sedekah yang dia keluarkan dari hartanya pada waktu sehat dalam hidupnya, akan menyusul amalnya sesudah matinya.” (HR Ibnu Majah)
Merujuk pesan Rasulullah SAW tersebut, banyak hal yang bisa disedekahkan. Seperti, mewariskan mushaf Alquran, membangun masjid, membangun rumah yatim piatu/tempat singgah untuk ibnu sabil, membangun fasilitas umum yang diperlukan, dan sedekah berupa harta yang dikeluarkan pada waktu sehat.
Di sini ada yang sangat perlu kita garis bawahi, yakni pentingnya mengeluarkan sedekah pada waktu sehat. Banyak orang yang berniat sedekah, tapi menunda hingga umur beranjak tua. Ada juga yang berniat sedekah, namun jika sudah mendekati ajalnya. Bahkan, ada yang berniat sedekah kalau dia sudah mati.
Hadist Rasulullah SAW berikut ini patut kita renungkan, ”Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, ‘Ya Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama?’ Beliau bersabda, ‘Bahwa engkau bersedekah ketika engkau masih sehat dan segar bugar, ketika masih memiliki kekayaan dan sangat khawatir terhadap kemiskinan, dan jangan ditunggu-tunggu hingga napasmu sampai ke tenggorokan. Ketika itu engkau akan berkata, ‘Untuk si fulan sekian … untuk si fulan sekian. Padahal, harta tersebut sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhari, dari Abu Hurairah ra)
Jadi, alangkah keliru orang yang baru berniat sedekah, tapi terus menunda-nunda pelaksanaannya. Betapa pun melimpah harta tersebut, rumah, mobil, saham, deposito, tanah, uang, dan sebagainya yang bernilai ratusan juta bahkan miliaran rupiah, namun semua itu bukanlah miliknya lagi jika sudah meninggal. Semua itu adalah milik istri/suami dan anak-anaknya, milik ahli warisnya. Setelah harta itu dibagi sesuai dengan hukum waris, terserah hendak diapakan harta tersebut.
Semoga Allah membimbing kita agar menjadi orang-orang yang gemar bersedekah dan selalu menyegerakan sedekah. Amin.
Oleh Irwan Kelana