SEJARAH TAFSIR AL-QURAN

Tafsir Al-Quran sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. beliau adalah penafsir pertama dan utama Al-Quran. Itulah sebabnya dalam tafsir Ibnu Katsir (dalam mukadimahnya) beliau memberikan satu arahan bagaimana metode tafsir yang baik. Metode tafsir yang terbaik adalah tafsirul Quran bil Quran. Menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran. Antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam Al-Quran boleh jadi saling menafsirkan.

Misalnya, ketika Anda membaca ayat pertama surat Al-Mukminuun yang artinya “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman.” Kalau hanya membaca satu ayat tersebut, pahamkah kita maksudnya? Tentu saja tidak. Ayat itu membutuhkan penjelasan, orang beriman yang beruntung itu yang seperti apa? Ayat 2-12 surat Al-Mukminun adalah ayat-ayat selanjutnya, “(Yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (Yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).”

Selain metode tersebut, ada juga metode menafsirkan Al-Quran dengan hadits. Mislanya pada ayat yang mengatakan, “Sungguh perbuatan mereka itu menutupi hati mereka.” Apa maksudnya? Penjelasannya ada dalam hadits Nab Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. “Apabila seorang hamba bersalah (berdosa), akan tumbuh satu noda hitam dalam hatinya, tapi kalau si hamba menghentikan perbuatan dosanya, ia memohon ampun, ia bertobat, ia berhenti dari kesalahannya maka cemerlanglah hatinya. Tapi kalau hamba itu mengulang-ulangi lagi perbuatannya, maka dosa itu akan semakin bertambah dan bertambah hingga menutupi hatinya.”

Berkat hadits tersebut, kita bisa memahami apa maksud ayat yang menyatakan perbuatan yang dpat menutupi hal tersebut tadi.

Ada juga metode menafsirkan Al-Quran dengan qaul (perkataan) sahabat. Sahabat yang ahli dalam bidang tafsir adalah Ibnu Abbas. Rasulullah Saw pernah mendoakan Ibnu Abbas agar menjadi seorang penafsir Al-Quran. Beliau pernah berdoa, “Ya Allah, pahamkan dia tentang Al-Quran dan beri kemampuan dia untuk menafsirkan Al-Quran.” Akhirnya, Ibnu Abbas pun menjadi ahli tafsir di kalangan para sahabat. Terakhir, metode menafsirkan Al-Quran dengan merujuk pada pendpat para tabiin (ornag-orang yang beriman setelah para sahabat).

Itulah sekilas tentang sejarah penafsiran Al-Quran sejak zaman Rasulullah, sahabat, hingga tabiin. Jadi, Al-Quran itu sendiri dapat dtafsirkan dengan AL-Quran itu sendiri, perkataan Rasulullah, perkataan para sahabat, dan perkataan para tabiin. Keempat metode tersebut dinamakan tafsir bin matsur. Kalau semua tahapan ini sudah dilewati, kita baru boleh masuk ke tahap penafsiran selanjutnya, yaitu tafsir bil ro’yi. Artinya, si penafsir mencurahkan semua ilmunya untuk memberikan makna-makna pada ayat tersebut, dengan catatan dia telah melewati tafsir bil matsur.
Wallahu a’lam.

Humas PI

Humas PI

PERCIKAN IMAN ONLINE DIGITAL - Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667 | info@percikaniman.org

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *