Latar Belakang
Kehadiran Islam yang dibawa Rasulullah SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan bathin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah amat ideal dan agung.
Islam mengajarkan hidup yang dinamis, progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan IPTEK, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti feodalistik, mengutamakan persaudaraan dan sikap-sikap positif lainnya.
Gambaran ajaran Islam yang begitu ideal itu pernah dibuktikan dalam sejarah dan manfaatnya dirasakan umat manusia di dunia.
Namun kenyataannya Islam sekarang menampilkan keadaan yang jauh dari ideal tersebut. Ibadah yang dilakukan umat Islam, seperti sholat, shaum, zakat, haji, dan sebagainya hanya berhenti pada sebatas membayar kewajiban dan menjadi lambang kesalehan.
Fenomena ibadah/ajaran yang dilakukan umat Islam tidak muncul dalam satu kesadaran kritis terhadap situasi aktual. Seolah Allah tidak hadir dalam problematika sosial kita, kendati nama-Nya semakin sering disebut dimana-mana.
Pesan spiritual Islam menjadi mandeg, terkristal dalam kumpulan mitos dan ungkapan simbolis tanpa makna. Akibat dari kesalahpahaman memahami simbol-simbol keagamaan itu, maka Islam lebih dihayati sekedar penyelamatan individu dan bukan sebagai keberkahan sosial sebagaimana tersirat dalam ajaran Al-Qur’an yang bersifat rahmatan lil’alamin hanya menjadi cita dan belum menjadi fakta.
Terjadinya kesenjangan ini disebabkan proses islamisasi sesungguhnya secara kualitatif belum pernah mencapai tingkatnya yang sempurna. Sehingga ajaran Islam belum mampu menggantikan sepenuhnya kepercayaan-kepercayaan dan tradisi kultural lokal sebagai basis kehidupan sosial.
Jika perkembangan sosial keagamaan berlanjut menurut arah ini, maka usaha intelektual yang sungguh-sungguh dengan pendekatan yang komprehensif/interdisipliner dalam menjelaskan dan mensistematiskan berbagai aspek ajaran Islam mutlak perlu digalakkan agar umat Islam mempunyai kemampuan menghadapi dan memecahkan masalah-masalah modern seperti kemiskinan, keterbelakangan ekonomi, pertambahan penduduk, pendidikan, perkembangan politik dan lain-lain.
Fenomena saat ini, bahwa nilai-nilai ajaran Islam luar biasa terpisah dari kehidupan umat Islam, salah satu penyebabnya adalah krisis identitas sebagai muslim. Hal tersebut diatas mewarnai kondisi bangsa Indonesia yang kini kian terpuruk dalam krisis multi dimensional (krisis kepercayaan, krisis moral, krisis ekonomi, sosial politik dan budaya), karena itu perlu strategi yang sistematis dan menyeluruh berbasis pada ajaran Al-Qur’an yang bersifat Rahmatan lil’alamin.
Pendirian Yayasan Percikan Iman
Bertolak dari situasi yang dipaparkan di atas maka Yayasan Percikan Iman (YPI) didirikan pada hari Kamis tanggal 9 September 1999 di Bandung. YPI merupakan lembaga dakwah yang berorientasi pada bidang pendidikan, sosial, dan keagamaan.
Saat ini menempati Kantor YPI dengan alamat : Kantor Sekretariat Galeri Dakwah Percikan Iman, Ruko Komplek Kurdi Regency No.33A Inhoftank Bandung 022-8888 5066. Atau Humas Percikan Iman di 08112216667.