Percikan Iman – Sedekat-dekatnya kita dengan bestie, di yaumil akhir nanti, yang akan kita cari bukanlah mereka, melainkan keluarga kita sendiri. Istilahnya, “darah lebih kental dari air”. Baik atau buruk keluarga kita, tetap saja keluarga adalah ikatan paling kuat karena adanya darah yang sama yang mengalir di urat nadi.
Ketika Allah Swt. memerintahkan Malaikat Israfil meniup sangkakala, dan hancurlah bumi dan langit, di saat itu setiap orang akan lari pontang-panting menyelamatkan dirinya sendiri. Setiap orang takkan peduli pada ayah-ibunya, takkan peduli pada pasangannya, bahkan ibu yang mengandung tetiba lupa dengan kondisi bayi di kandungannya.
Namun, setelah itu, manusia akan terbagi dalam dua golongan, yakni mereka yang puas dengan hasil hisab, wajah mereka berseri-seri. Namun, ada juga yang bermuka muram lantaran hasil hisab yang buruk.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat ‘Abasa’ ayat 33-40,
فَاِذَا جَاۤءَتِ الصَّاۤخَّةُ ۖ
Maka, apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala),
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ اَخِيْهِۙ
pada hari itu manusia lari dari saudaranya,
وَاُمِّهٖ وَاَبِيْهِۙ
dari ibu dan bapaknya,
وَصَاحِبَتِهٖ وَبَنِيْهِۗ
serta dari istri dan anak-anaknya.
لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَىِٕذٍ شَأْنٌ يُّغْنِيْهِۗ
Pada hari itu, setiap orang sibuk menyelamatkan dirinya sendiri.
وُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ مُّسْفِرَةٌۙ
Pada hari itu, ada wajah-wajah yang berseri-seri,
ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ
tertawa dan bergembira,
وَوُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌۙ
dan pada hari itu ada pula wajah-wajah suram,
تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌۗ
yang tertutup oleh kehinaan dan kesusahan.
اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُࣖ
Mereka itulah orang-orang kafir yang durhaka.
Ketika orang-orang beriman mendapatkan apa yang Rabb-nya janjikan, berupa nikmat abadi di sisi-Nya, layaknya kita saat wisuda dulu, pasti langsung mencari orang yang dicintai. Setidaknya, untuk teman berbagi luapan emosi kegembiraan lantaran apa yang diinginkan tercapai juga setelah melalui ragam kepayahan. Alangkah sedihnya, ketika diwisuda, namun orang tua tak ada, istri atau anak tak ada.
Begitupun kita saat memasuki gerbang surga nanti. Kita mungkin akan bertanya-tanya, “Ayah-Ibu masuk surga juga gak ya? Mereka di mana?” atau “Anak- istri atau suami-ku di mana ya? aduuh mudah-mudahan mereka juga sama-sama masuk surga.” Alangkah sedihnya kita saat Anda bertanya pada Malaikat, ternyata mereka tak ada di tempat yang sama dengan Anda. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Ar-Ra’d ayat 22-25,
وَالَّذِيْنَ صَبَرُوا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰهُمْ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً وَّيَدْرَءُوْنَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِۙ
Orang yang sabar karena mengharap keridhoan Tuhannya, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan. Orang itulah yang mendapat tempat kembali yang baik,
جَنّٰتُ عَدْنٍ يَّدْخُلُوْنَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ اٰبَاۤىِٕهِمْ وَاَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيّٰتِهِمْ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ يَدْخُلُوْنَ عَلَيْهِمْ مِّنْ كُلِّ بَابٍۚ
yaitu Surga ‘Adn. Mereka masuk ke dalamnya bersama orang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya, sedangkan para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu,
سَلٰمٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِۗ
sambil mengucapkan, “Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.” Alangkah nikmatnya tempat kembali seperti itu.
وَالَّذِيْنَ يَنْقُضُوْنَ عَهْدَ اللّٰهِ مِنْ ۢ بَعْدِ مِيْثَاقِهٖ وَيَقْطَعُوْنَ مَآ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖٓ اَنْ يُّوْصَلَ وَيُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِۙ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوْۤءُ الدَّارِ
Adapun orang-orang yang melanggar janji Allah setelah ia mengikrarkannya, memutuskan apa yang diperintahkan Allah agar disambungkan, dan berbuat kerusakan di bumi akan mendapat kutukan dan tempat kediaman yang buruk (Jahanam).
Sungguh gembira rasanya, jika ternyata orang tua kita, anak-kita, pasangan kita hanya beda tingkatan, namun masih sama-sama di dalam surga. Artinya, ada peluang di mana sesama anggota keluarga mengangkat derajat satu sama lain.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi SAW bersabda:
إنَّ في الجنةِ مائةَ درجةٍ ، أعدَّها اللهُ للمجاهدين في سبيلِه ، كلُّ درجتيْنِ ما بينهما كما بين السماءِ والأرضِ ، فإذا سألتم اللهَ فسلُوهُ الفردوسَ ، فإنَّهُ أوسطُ الجنةِ ، وأعلى الجنةِ ، وفوقَه عرشُ الرحمنِ ، ومنه تَفجَّرُ أنهارُ الجنةِ
“Surga itu ada 100 tingkatan, yang dipersiapkan oleh Allah untuk para Mujahid di jalan Allah. Jarak antara dua surga yang berdekatan sejauh jarak langit dan bumi. Dan jika kalian meminta kepada Allah, mintalah surga Firdaus, karena itulah surga yang paling tengah dan paling tinggi yang di atasnya terdapat ‘Arsy milik Ar-Rahman, darinya pula (Firdaus) bercabang sungai-sungai surga.” ( HR. Al-Bukhari no.2790 )
Nyatanya, ada keluarga yang tidak dapat berkumpul di akhirat. Yaitu, ketika di antara anggota keluarga, ada yang tidak selamat melintasi jembatan shiroth atau karena dilemparkan. Naudzubillahi min dzaalik. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Al-Mumtahanah ayat 3,
لَنْ تَنْفَعَكُمْ اَرْحَامُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ ۛيَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۛيَفْصِلُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
Kaum kerabat dan anak-anakmu tidak akan bermanfaat bagimu pada hari Kiamat. Allah akan memisahkan antara kamu. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Meski dia sosok Nabi Nuh As. yang amat mencintai anaknya, Kan’an, meski dia sosok Rasulullah Saw. yang amat menyayangi pamannya, Abu Thalib, ketika mereka tak mau bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, sesungguhnya Allah Swt. Maha Adil. Betapa Nabi Nuh As. menyayangi seluruh puteranya, termasuk Kan’an yang menentang ajakan untuk menyembah Allah Swt. Kisahnya, Allah Swt. abadikan dalam Qur’an. surat Hud ayat 42-43,
وَهِيَ تَجْرِيْ بِهِمْ فِيْ مَوْجٍ كَالْجِبَالِۗ وَنَادٰى نُوْحُ ِۨابْنَهٗ وَكَانَ فِيْ مَعْزِلٍ يّٰبُنَيَّ ارْكَبْ مَّعَنَا وَلَا تَكُنْ مَّعَ الْكٰفِرِيْنَ
Kapal itu pun berlayar membawa mereka menembus gelombang laksana gunung-gunung. Nuh memanggil anaknya ketika anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, “Hai, Anakku! Naiklah ke kapal bersama kami dan jangan bersama orang-orang kafir.”
قَالَ سَاٰوِيْٓ اِلٰى جَبَلٍ يَّعْصِمُنِيْ مِنَ الْمَاۤءِ ۗقَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ اِلَّا مَنْ رَّحِمَ ۚوَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِيْنَ
Anaknya menjawab, “Aku akan berlindung di gunung yang dapat menghindarkanku dari air bah!” Nuh berkata, “Tidak ada yang dapat berlindung dari siksaan Allah pada hari ini, selain Allah Yang Maha Penyayang.” Gelombang pun menjadi penghalang antara keduanya. Lalu, anak itu termasuk orang yang ditenggelamkan.
Meski Nuh As. amat sayang pada anaknya, meski Nuh As. memohon, agar anaknya termasuk orang yang selamat, namun Allah Swt, Maha Adil. Apa yang sudah ditetapkan-Nya melingkupi segalanya. Kan’an memilih menjadi orang yang celaka. Permohonan Nabi Nuh As. pada Allah Swt., diabadikan dalam Qur’an, surat Hud ayat 45-46. Allah Swt. berfirman,
وَنَادٰى نُوْحٌ رَّبَّهٗ فَقَالَ رَبِّ اِنَّ ابْنِيْ مِنْ اَهْلِيْۚ وَاِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَاَنْتَ اَحْكَمُ الْحٰكِمِيْنَ
Nuh memohon kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku dan janji-Mu itu pasti benar. Engkau adalah Hakim paling adil.”
قَالَ يٰنُوْحُ اِنَّهٗ لَيْسَ مِنْ اَهْلِكَ ۚاِنَّهٗ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنِّيْٓ اَعِظُكَ اَنْ تَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ
Allah berfirman, “Hai, Nuh! Sesungguhnya, ia tidak termasuk keluargamu karena perbuatannya sungguh tidak baik. Oleh sebab itu, jangan kamu memohon kepada- Ku sesuatu yang tidak kamu ketahui hakikatnya. Aku menasihatimu agar kamu tidak termasuk orang bodoh.”
Kan’an, bukan saja anak yang tidak mau menuruti orang tuanya untuk melaksanakan shalat. Bukan juga anak yang kalau disuruh pulang sebelum maghrib, eh dia pulangnya dini hari. Namun, dia adalah penentang seruan iman. Artinya, dia bukan saja berpaling, namun menjadi musuh bagi ajaran yang diserukan oleh seorang Nabi, yang kebetulan ayahnya. Ini merupakan pertanda, bahwa di antara buah hati ada yang menjadi musuh. Anak Nabi saja bisa menjadi musuh, apalagi yang bukan Nabi. Hakikat ini kemudian dipertegas oleh Allah Swt. dalam Qur’an, surta At-Taghabun ayat 14,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ مِنْ اَزْوَاجِكُمْ وَاَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْۚ وَاِنْ تَعْفُوْا وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Hai, orang-orang beriman! Sesungguhnya, di antara pasangan-pasanganmu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Sesayang apapun kita pada pasangan kita, pada anak keturunan kita. Seberapa sholeh pun diri kita, pada akhirnya, setiap orang akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Ar-Ra’d ayat 18,
لِلَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمُ الْحُسْنٰىۗ وَالَّذِيْنَ لَمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَهٗ لَوْ اَنَّ لَهُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا وَّمِثْلَهٗ مَعَهٗ لَافْتَدَوْا بِهٖ ۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ سُوْۤءُ الْحِسَابِ ەۙ وَمَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ ۗوَبِئْسَ الْمِهَادُ ࣖ
Balasan yang baik disediakan bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhan. Jika orang-orang yang tidak memenuhi seruan-Nya memiliki semua yang ada di bumi dan ditambah sebanyak itu lagi, niscaya mereka akan menebus diri dengannya. Orang- orang itu mendapat hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka adalah Jahanam. Itulah seburuk-buruk tempat kediaman.
Tugas kita selaku orang tua adalah menjadi teladan, membiasakan, dan menjaga ucapan sebagai wujud tanggung jawab atas amanah Allah Swt. pada kita. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat At-Tahrim ayat 6,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Hai, orang-orang beriman! Jauhkan diri dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat kasar dan tegas, yang tidak durhaka kepada Allah dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.
Setelah itu, kita hanya bisa berdo’a pada Allah Swt. agar berkenan memberikan hidayah taufik pada keluarga kita.
Wallahu a’lam bi shawwab
_____
Tulisan ini, kami kembangkan berdasarkan materi yang disampaikan oleh guru kita, Dr. Aam Amirudin, M.Si. pada Majelis Percikan Iman (MPI) di Masjid Al-Irsyad, Kota Baru Parahyangan, serial “Sekeluarga ke Surga”, pada Jum’at, 23 Agustus 2024