Percikan Iman – Setelah bertahun-tahun kemudian, Ibrahim A.S. baru-lah mengunjungi Ismail dan istrinya, Ibunda Hajar. Ia menempuhi perjalanan sekitar 1.200 kilometer. Kurang-lebih, 1,5 bulan lamanya barulah beliau tiba jika menggunakan unta.
Sudah selayaknya seorang ayah rindu bertemu dengan puteranya. Rasa layaknya bapak-ibu yang rindu bertemu anaknya di pesantren setelah satu bulan berselang.
Tak dinyana, Allah S.W.T. justru “menagih” bukti cinta Ibrahim yang paling hebat di saat itu. Sekali lagi, cinta butuh pembuktian.
Puluhan tahun menanti, ketika masih merah, bayi Ismail tak keburu ditimangnya, justru malah harus ia taruh di daerah nan gersang. Setelah berpuluh tahun, akhirnya bertemu, ia ‘menerima invoice’ dari Allah S.W.T. yang isinya:
“Sembelihlah anakmu!”
Bagaimana sekiranya jika sahabat ada di posisi Nabi Ibrahim saat itu? Bukan sekadar harus diberangkatkan ke pesantren, namun sahabat harus ‘memotong urat nadi’ anak sahabat.
Di sinilah Allah S.W.T. meletakkan puncak ujian cinta. Seolah Allah S.W.T. “Jika benar kau lebih mencintaiku, buktikan! Buktikan dengan menyembelih anakmu.”
Kala itu, iman-nya pada Allah S.W.T. berhasil menaklukkan perasaanya. Rasa sayang, rasa rindu, rasa bangga, rasa cinta pada anaknya. Bagaimana tidak sayang dan bangga, Ismail seorang yang sholeh dan berbakti pada Ibrahim.
Cukuplah penerimaan Ismail menyerahkan dirinya pada ayah-nya untuk disembelih sebagai gambaran kesholehan dan bakti pada orang tua. Padahal Ibrahim meninggalkannya berpuluh tahun-beribu kilometer. Namun, iman dan ketaatan pada Allah S.W.T. tumbuh subur pada diri anak-nya.
Sebagaimana Allah S.W.T. kisahkan dalam surat As-Shaffat: 102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Maka, ketika Isma‘il sudah berusia balig, Ibrahim berkata, “Hai, Anakku! Sungguh aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu!” Isma‘il menjawab, “Ayahku! Lakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu; InsyaAllah aku termasuk orang yang sabar dalam melaksanakan perintah Allah.” (Q.S. As-Saffat:102)
Apakah ada momen yang lebih mengharukan ketika anak menyambut seruan kita? Apalagi ini seruan dari Allah S.W.T. Ketika sebagian anak-anak masih sulit untuk diajak sekadar shalat, Ismail memenuhi panggilan ayah-nya mentaati perintah Allah S.W.T. bukan sekadar untuk berangkat ke masjid.
Namun, untuk mempersembahkan nyawanya.
Bukankah jawaban Ismail begitu indah, begitu agung. Menggambarkan tawakkal, ketaqwaan, ketaatan, kedewasaan, dalam level yang sangat tinggi?
“Ayahku (tersayang), lakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu; InsyaAllah aku termasuk orang yang sabar dalam melaksanakan perintah Allah.”
Kisahnya kemudian kita dapat kita lihat dalam rentetan ayat berikutnya. Begitu mengharukan, membanggakan.
Ketika Ibrahim A.S. membaringkan sang anak tercinta, pedang sudah di genggaman, Allah S.W.T. menyatakan kelulusan-nya dalam ujian cinta tertingginya, dengan pujian.
Bukan sembarang pujian, namun pujian dari pencipta alam semesta, pemelihara jagat raya, peguasa hari pembalasan, pemilik syurga dan neraka.
Biarlah Allah S.W.T. yang langsung menceritakannya pada kita semua. Mari kita cermati dan nikmati surat As-Shaffat: 103-111
فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ
Maka, ketika keduanya telah berserah diri, Ibrahim membaringkan anaknya untuk melaksanakan perintah Allah.
وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ
Lalu, Kami memanggilnya, “Hai, Ibrahim!
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
Sungguh, kamu telah membenarkan mimpi itu.” Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ
Sesungguhnya, ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ
Kami ganti anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۖ
Kami abadikan pujian untuk Ibrahim di kalangan generasi berikutnya,
سَلٰمٌ عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ
“Selamat sejahtera bagi Ibrahim.”
كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
Demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
اِنَّهٗ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِيْنَ
Sungguh, Ibrahim termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.
Bersambung..