Percikan Iman – Dalam suatu film, pernah ada dialog, When you lost money, you lost nothing. When you lost your health, you lost something. When you lost character, you lost everything.
Berkaitan dengan tema ini, ada hadits dihafal oleh kebnyakan di antara kita, dari Imam Hakim, “Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara.” Oleh syeikh Al-Bani dikategorikan sebagai hadits yang shohih.
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِك.
“Manfaatkanlah lima perkara, sebelum datang lima perkara: (1) Masa mudamu sebelum masa tuamu. (2) Sehatmu sebelum sakitmu. (3) Kayamu sebelum miskinmu. (4) Waktu luangmu sebelum sibukmu. (5) Hidupmu sebelum datang matimu.”
Hadits tersebut, menyampaikan jika setiap kita ada masa keemasannya. Hadits ini juga menyampaikan jika semua yang melekat pada diri kita ialah titipan.
Yang dimasud dengan kaya itu maksudnya, ketika suami masih aktif, atur keuangan. Itu karena ada masa suami tidak aktif lagi alias pensiun. Kemudian, ketika kita ada harta, manfaatkan untuk infaq dan shadaqah.
Buat yang muda, rajin-rajin-lah datang ke majelis ilmu mumpung waktu masih longgar. Ada masa ketika saking sibuknya mengurus keluarga, “mandi pun bisa jadi tidak sempat”.
Kalau ingin berleha-leha di waktu tua, berlelah-lelah-lah di waktu muda. Kalau di waktu muda banyak berleha-leha, siap-siap-lah berlelah-lelah di waktu tua.
Mari kita berusaha, selagi titipan itu di genggaman kita, kita manfaatkan sebaik-baiknya. Termasuk istri dan suami ialah titipan, berbuat baik-lah padanya dan disayangi.
Hadits ini dikuatkan oleh firman Allah S.W.T. surat Al-Munafiqun ayat 9-11
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚوَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْن
Hai, orang-orang beriman! Janganlah harta dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah. Siapa pun yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang rugi.
وَاَنْفِقُوْا مِنْ مَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُوْلَ رَبِّ لَوْلَآ اَخَّرْتَنِيْٓ اِلٰٓى اَجَلٍ قَرِيْبٍۚ فَاَصَّدَّقَ وَاَكُنْ مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ
Infakkan sebagian harta yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang menjemputmu. Lalu, ada yang menyesali, “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda kematianku sesaat saja agar aku dapat bersedekah dan menjadi orang-orang saleh.”
وَلَنْ يُّؤَخِّرَ اللّٰهُ نَفْسًا اِذَا جَاۤءَ اَجَلُهَاۗ وَاللّٰهُ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ ࣖ
Allah tidak akan menunda kematian seseorang apabila waktunya telah datang. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Buat orang tua yang mendapatkan anak atau pasangan yang tidak sholeh, berjuanglah mendidiknya, layaknya Nabi Nuh A.S. yang anak, bahkan istrinya tidak sholeh. Namun, ketika tidak kunjung sholeh, terima dan nikmati, itu hanya titipan.
Ketika seseorang divonis sakit, ketika ia memahami “semua hanya titipan”, dia akan menerima vonis tersebut dan menikmati prosesnya.
Kalau kita sampai pada ma’rifat “semua hanya titipan”, hidup akan menjadi ringan.
Karena itu, Allah S.W.T. berfirman, kita jangan terlalu ngoyo terhadap harta, pasangan, kedudukan, nanti kita lelah.
Ketika Ibrahim A.S. dan Siti Hajar harus melaksanakan perintah Allah S.W.T. di padang gersang; Mekah, karena ma’rifat tersebut, melaksanakan perintah tersebut jadi ringan. Termasuk, ketika Ibrahim A.S. mendapatkan perintah berikutnya untuk menyembelih Nabi Isma’il A.S.
Karena itu kita harus senantiasa waspada dengan segala titipan Allah S.W.T. sebagaimana Allah S.W.T. sampaikan dalam Al-Mu’minun ayat 101-104
فَاِذَا نُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَلَآ اَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَىِٕذٍ وَّلَا يَتَسَاۤءَلُوْنَ
Apabila sangkakala ditiup, tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka pada hari itu dan mereka pun tidak saling bertanya.
فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِيْنُهٗ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Barang siapa berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang beruntung.
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِيْنُهٗ فَاُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ خَسِرُوْٓا اَنْفُسَهُمْ فِيْ جَهَنَّمَ خٰلِدُوْنَ ۚ
Barang siapa ringan timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang merugi. Mereka kekal dalam Jahanam.
تَلْفَحُ وُجُوْهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيْهَا كَالِحُوْنَ
Wajah mereka dibakar api neraka, kondisinya muram dengan bibir cacat.
Ayat-ayat tersebut merupakan isyarat, jika memang semua yang ada di tangan kita hanya titipan, meski itu anak, meski itu pasangan, meski itu orang tua. Di yaumil akhir, “tidak ada lagi hubungan nasab” dengan anak maupun orang tua. Semua sibuk memikirkan hisab terhadap semua yang pernah ada di genggamannya.
Semua akan dihisab. Ilmu, keturunan, harta, hisabnya akan lebih banyak di yaumil hisab. Jangan putus asa ketika pendapatan teman kita lebih banyak, ketahuilah hisab teman kita di yaumil akhir akan lebih banyak.
Mansuia itu pada umumnya ada ikatan solidaritas dengan sesamanya. Namun, di yaumil akhir, jangankan teman, pasangan dan orang tua pun takkan kita tunggu, hanya memikirkan diri sendiri.
Karena itu, amanah apapun yang Allah S.W.T. berikan pada kita, jadikan itu untuk memperberat timbangan amal sholeh kita di yaumil mizan.
Akhirnya, kita semua sama, apapun yang kita lakukan, sejatinya sedang menjalankan amanah dari Allah S.W.T. yang ujungnya semoga memperberat timbangan amal sholeh yang beruntung di yaumil akhir. Jangan kapokan beramal sholeh.
Artikel ini merupakan resume dari materi yang Ustadz Dr. Aam Amirudin M.Si. sampaikan pada momen MPI 24 Juli 2022