Seni Melukis Hidup (bag. 2)

Percikan Iman –  Siapa yang menjadi orang tua kita, pasangan kita saat ini, merupakan takdir Allah S.W.T. tidak boleh kita menyesalinya. Apa yang kita boleh sesali, hanya salah pilih dalam ruang ikhtiar kita. Misal, dalam konteks mendidik anak. Karena kurangnya ilmu, akhirnya anak kita tumbuh kurang baik. 

Kemudian soal umur, pada akhirnya kita tidak dapat memilih kapan kita meninggal. Allah S.W.T. telah menetapkan kadar-nya. 

Dalam Al-Ahqaf ayat 15, Allah S.W.T. mengajarkan pada kita pentingnya dan cara agar kita dapat melukis dengan indah,

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا ۗحَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۗوَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ 


Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandung dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah pula. Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan. Sehingga, apabila anak itu telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, ia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhoi. Berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai anak cucuku. Sesungguhnya, aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang Muslim.”

Ini do’a permohonan kita pada Allah S.W.T. agar lukisan hidup kita indah. Dalam konteks ini, Allah S.W.T. mengajarkan kita harus berbuat baik pada orang tua. Kalau ada rizki, kita bebagi dengan orang tua, mendahulukan orang tua. 

Kata Nabi, berbuat baiklah, muliakan orang tua-mua, semoga anak-keturunanmu memuliakan kamu. Jadi kita ini, kalau punya anak, bicaralah yang baik pada anak. Pasalnya, anak akan merekam cara bicara kita dan suatu saat akan “mengembalikannya” pada kita. 

Kurhan” itu kepayahan dengan potensi kematian. Dalam hal ini, ialah melahirkan. Mengandung, melahirkan, menyusui, hingga menyapihnya itu selama 30 bulan. Angka tersebut menujukkan, kalau kepayahannya berlangsung lama; hamil 9 bulan, melahirkan, setelah itu menyusui hingga masa penyapihan 2 tahun lebih. Itu merupakan gambaran bagaimana sulit-nya orang tua. 

Karena itu, ketika usia seseorang mencapai 40 tahun, hendaknya sudah “mapan” iman-nya. Itu karena kondisi seseorang pada usia 40 akan menggambarkan baik-buruk kematiannya. Imam Ghazali mengatakan, jika seseorang tidak kunjung insaf pada usia 40 tahun lebih, maka peluang suul khatimah-nya besar.

Jadi, pada sepertiga sisa umur selanjutnya, seseorang sudah tidak boleh coba-coba lagi dan Allah S.W.T. mengajarkan do’a agar Allah S.W.T. memampukkan kita “melukis” sebaik-baiknya dengan jiwa syukur. 

Pada usia ini, banyak-banyak-lah berterima kasih-banyak bersyukur. Tataplah apa yang ada di genggaman kita, jangan banyak memandang apa yang di genggaman orang lain.

Dalam konteks rumah tangga, syukuri sosok yang menjadi istri, jangan biarkan diri tersangkut pada pesona perempuan lain. Daripada memandang istri orang lain, lebih baik berikan anggaran khusus agar istri dapat melakukan perawatan dengan sebaiknya. Sebagai istri, syukuri apa yang dimiliki; tas, baju dengan memakainya dan merawat dengan sebaik-baiknya. 

Kemudian supaya hidup kita bagus ialah dengan beramal sholeh. Sahabat datang ke majelis ta’lim merupakan bentuk “melukis amal sholeh”. Sahabat menjaga kebersihan masjid juga termasuk “melukis amal sholeh”. 

Bila seseroang jarang bersyukur dengan apa yang ada di genggamannya, bisa-bisa dia terjebak pada perilaku overthinking. Sahabat, jangan membiarkan diri terjebak dengan overthinking. Berpikir harus, namun overthinking itu tidak bagus. Perilaku ini akan menguras energi kita untuk memikirkan perkara yang sebetulnya tak perlu kita pikirkan. 

Dari overthinking, akan lahir khawatir yang berlebihan terhadap hal-hal yang tak bisa dikendalikan. Misal khawatir terhadap gempa, padahal belum tentu terjadinya. Hati-hati dengna overthinking dengan pasangan. Sejatinya dengan overthinking seseorang sama saja sedang menyiksa diri sendiri, berkubang dalam penderitaan, dan menguras energi.

Akibatnya, kita tidak bisa melukis dengan baik. Syukuri apapun yang Allah S.W.T. titipkan pada kita. Sejatinya, setiap orang punya kadarnya masing-masing. Dengan terjebak pada overthinking, seseorang akan sulit maju karena banyak ragu, mudah terpengaruh dengan pendapat atau kata-kata orang lain. 

Kemudian, orang yang terjebak dengan overthinking, biasanya, akan mengalami ruminasi. Yakni, kecenderungan memikirkan apa yang sudah terjadi. Misal, menyesali jalan karir, menyesali jurusan kuliah, dan yang paling berbahaya ialah menyesal dengan pilihan pasangan hidup. Pikiran itu, sampai-sampai menganggu kegiatan kita di masa kini. 

Lihatlah masa lalu layaknya melihat spion. Cukup dilihat sejenak sebentuk kehati-hatian, kemudian menyalip atau berbelok. Jangan terlalu lama menatapnya, karena justru akan mencelakakan kita. 

Waspadalah, overthinking dapat merusak jiwa syukur kita.

Ketiga, agar lukisan hidup kita bagus, banyak-banyakalah beramal sholeh. Teruslah beramal sholeh sampai Allah S.W.T. menghentikan kehidupan kita. Jangan menyepelekan sekcil appaun amal sholeh. 

Nabi Muhammad S.A.W. begitu memperhatikan seorang perempuan yang begitu rajin membersihkan masjid. Hingga suatu ketika tukang bebersih masjid itu meninggal. Rasulullah S.A.W. begitu kehilangan. Rasulullah S.A.W. sampai mensholatkan-nya di kuburannya. Artinya, perempuan tersebut meski dianggap sepele di hadapan orang lain, namun lukisan perempuan tersebut di benaknya begitu indah. 

Tak berhenti sampai di situ, selanjutnya kita juga hendaknya menjadi teladan bagi anak-anak kita. Pasalnya, anak memotret setiap perilaku kita, merekam setiap kata yang terucap dari lisan kita. Ingatlah, kita semakin berumur, tingkat kebahagiaan itu makin berkurang, tekanan hidup makin bertambah. 

Anak SD dapat kita lihat begitu senang menikmati waktu-waktunya ketimbang anak-anak SMA. Setelah kuliah, tantangan kian bertambah, ancaman DO membayangi. Setelah lulus, masuk dunia kerja, tekanan untuk menikah mulai mendera.  

Selaku orang tua, hendaknya kita memberi ruang pada anak-anak ruang untuk berpikir. Jangan banyak bertanya yang bersifat private karena itu beban bagi mereka. Kecuali dalam ruang lingkup amar ma’ruf nahi munkar. Misal ketika anak kita pacaran, boleh kita memperingatkan.

Namun, penting untuk kita memperhatikan komunikasi kita dengan anak kita. Perhatikan pertanyaan-pertanyaan kita, meski seolah sebentuk perhatian, bisa jadi malah menyakiti perasaannya. Ada kalanya, kita perlu memberikan “ruang kosong” agar satu lukisan menjadi indah. Dalam hal ini, kita perlu mengatur apa saja “bentuk perhatian” dan bagaimaa menyampaikannya sehingga “lukisannya” indah. 

Dalam hal amar ma’ruf-nahi munkar, kita perlu memperhatikan kalam kita. Perhatikan benar salah-nya, perhatikan ketepatan momen dan kalimat untuk menyampaikannya. 

Kemdian, indahkan juga dengan taubat. Kalau pasangan kita mengkritik kita, dengarkan, kemudian sampaikan terima kasih kemudian katakan kalau kita akan memperbaikinya. Jangan langsung melawan. Kemudian, bila kita yang mengkritik, namun tak memperoleh respon yang kita harapkan, fokuslah pada yang harus kita perbaiki. 

Jangan sampai kita sakit akibat kritikan orang alias toxic critic. Kalau kami mendengar kritikan orang, masjid peradaban tak mungkin terwujud. Bayangkan saja, dulu jalan menuju ke sini hanya jalan setapak dan banyak cerita hantu. Soal jama’ah masjid, kita buat magnet di sini. Mereka datang dengan sendirinya ke sini. 

Terakhir,  kita bersiap menyongsong kematian dalam keadaan berserah diri (muslim). Mati merupakan misteri. Namun, dalam kondisi apa kita meninggal, baik-buruknya itu yang dapat kita kendalikan. 

Sadarilah, lukisan kita akan dilihat oleh generasi setelah kita, bagaimana cara melukisnya, ada di do’a tersebut. 


Tulisan merupakan resume materi yang disampaikan oleh Ustadz Aam Amirudin di Majelis Percikan Iman (MPI) di Masjid Peradaban Percikan Iman, Arjasari pada Ahad (15 Januari 2023)

Media Dakwah Percikan Iman

Media Dakwah Percikan Iman

Yayasan Percikan Iman | Ruko Komplek Kurdi Regency 33A Jl. Inhoftank, Pelindung Hewan Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40243 Telp. 08112216667

Related Post

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *