Percikan Iman – Tidaklah setiap apa yang Allah S.W.T. tetapkan atas kita, baik-buruk, termasuk kehilangan dan sakit, melainkan kita harus yakin Ia akan menggantinya dengan yang lebih baik. Bila sakit atau kesempitan yang datang, suami dan istri seharunya saling menguatkan, saling menyemangati.
Begitulah salah satu hikmah yang dapat kita timba dari telaga hikmah kisah Nabi Ayub A.S.
Mari kita selami sedikit lebih dalam telaga hikmahnya, kita akan menemukan:
- Wujud keimanan yang sebenarnya
Dalam surat Ash-Shaff ayat 3, Allah S.W.T. berfirman, jangan mengatakan sesuatu padahal tidak mengerjakan. Dari Nabi Ayub, kita belajar, iman sebenar-benarnya iman. Jalannya melalui sakit yang Allah S.W.T. berikan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ
Allah sangat murka jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. (Q.S. As-Saff: 3)
Ketika ujian dari Allah S.W.T. datang kita harus yakin, Allah S.W.T. akan mengembalikan kebahagiaan dengan versi yang lebih baik. Iman kita harus “masagi”. Meski iman naik turun, tugas kita ialah istiqomah dalam keimanan.
- Wujud berprasangka baik pada Allah S.W.T.
Meski sakit bertahun-tahun, usaha tak kunjung hasil, tak usah mengeluh, tetaplah berprasangka baik pada Allah S.W.T. Ketika kita sudah ikhtiar, harta habis, jabatan hilang karena sakit, semua yang kita banggakan hilang, yakinlah, ketika kita berprasangka baik pada Allah S.W.T. akan diganti dengan kebahagiaan dengan kesenangan.
Lihatlah kembali kisah Nabi Ayub A.S. yang belasan tahun Allah S.W.T. berikan sakit. Istrinya, Rahma binti Afraim bin Yusuf bin Ya’kub pernah berkata padanya, “Wahai suamiku, telah 18 tahun engkau sakit, tidakkah kau meminta pada Allah agar diberi kesembuhan?”
Menanggapi hal tersebut, Nabi Ayub, malah berkata, “Jumlah tahun di mana Allah S.W.T. memberi kita berbagai fasilitas itu dua puluh tahun lamanya, maka kita perlu dua tahun lagi untuk meminta kesembuhan.”
Di sini, kita belajar, kesabaran itu tidak ada batasnya.
- Wujud sabar menghadapi semua ujian
Anak sakit, pasangan kita sakit, bahkan meninggal, sabar.. Karena sejatinya semua milik Allah S.W.T. Bisa jadi Allah S.W.T. menguji lewat orang terdekat kita. Tidak perlu menangis berlebihan, kita harus ikhlas dan sabar sehingga menjadi kebaikan dan bernilai pahala di sisi Allah S.W.T.
Ingatlah, Allah S.W.T. tidak akan menguji di luar batas kemampuan kita, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 286
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ࣖ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan ukuran kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebajikan yang dikerjakannya dan mendapat siksa dari kejahatan yang diperbuatnya. Mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, jangan Engkau hukum kami jika kami lupa atau melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, jangan Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, jangan Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkan kami, ampuni kami, dan rahmati kami. Engkau-lah Pelindung kami, maka tolonglah kami dari orang-orang kafir.”
- Wujud keyakinan di setiap kesulitan, ada kemudahan
Jangan berlarut-larut dalam kesedihan, setelah itu refresh lagi. Ingat, kita punya tanggung jawab lain. Kehidupan akan terus berjalan. Kalau ada yang sakit, yang sehatnya harus menjaga diri tetap fit sehingga tetap dapat mengurus.
Dalam surat Asy-Syarh ayat 5-6, Allah S.W.T berfirman,
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ
Sungguh, beserta kesulitan ada kemudahan.
اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
Sungguh, beserta kesulitan itu ada kemudahan.
- Wujud keyakinanan setiap penyakit, ada obatnya
Penyakit apapun, pasti ada obatnya. Sakitnya kita bisa jadi pesan cinta Allah S.W.T. pada kita karena keimanan seseorang menguat dengan ujian tersebut. Ketika harta berkecukupan, Allah S.W.T. memberi sakit, yakinlah itu jalan agar kita tidak tidak berpaling dari Allah S.W.T.
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Dari jabir R.A. dari Rasulullah S.A.W., beliau bersabda: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk suatu penyakit, akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah ‘Azza wajalla (H.R. Muslim)
Saking putus-asa-nya, setan sampai berdo’a pada Alah S.W.T. agar Nabi Ayub mendaku harta dan segala pencapaiannya. Alih-alih mendaku, dengan sakitnya, Nabi Ayub malah kian tunduk pada Allah S.W.T. Nabi Ayub itu sempurna, ia tampan, kaya, istrinya cantik, anaknya banyak.
- Wujud sosok Istri yang sholehah dan suami yang sholeh
Inilah kunci kebahagiaan, kesholehan menjadikan suami-istri saling menerima kurang dan lebihnya. Ketika salah satunya sakit, pasangannya merawatnya dan menggantikan tugasnya. Intinya, kesholehan menjadikan seseorang saling melengkapi.
Kita biasanya “iri” ketika melihat kesetiaan yang nampak pada pasangan yang sudah berusia 70 tahun. Begitu mereka menikmati kehidupannya bersama pasangannya. Betapa sejuk terlihat.
Betapa setianya Bunda Rahma mendampingi Nabi Ayub dalam sakitnya selama dua puluh tahun. Ia bersabar merawat suaminya dan menguatkan.
Menerima kelebihan, siapa pun takkan menolak. Namun, dalam hal lain, mampukah kita menerima kekurangan pasangan kita? Ini yang harus kita perjuangkan.
Tulisan merupakan resume materi kajian tematik yang disampaikan oleh Ustadz Nurjaman pada Majelis Percikan Iman episode 25 Desember 2022 di Masjid Peradaban Percikan Iman, Arjasari