Seseorang mengakhirkan shalat atau melakukan shalat bukan pada waktunya diakibatkan oleh beberapa sebab. Bisa karena lupa, tertidur, kondisi di luar kemampuan, atau bahkan kelalaian. Hal-hal seperti ini telah diantisipasi oleh Nabi saw. Silakan Anda perhatikan keterangan berikut.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan dicatat sesuatu dari umatku karena lupa, kesalahan, dan karena terpaksa.” (H.R. Thabrani, Daraquthni, Hakim, dan Baihaqi) Hadis ini menjelaskan bahwa Allah tidak akan memberikan sanksi pada umatnya yang melakukan kekeliruan atau melalaikan ibadah karena lupa, khilaf (tidak tahu kalau perbuatan seperti itu dilarang agama), atau karena dipaksa.
Andai suatu saat Anda lupa tidak melakukan shalat, shalatlah saat Anda ingat walaupun waktu shalat sudah habis. Misalnya, Anda lupa tidak melakukan Shalat Subuh, dan pada waktu zuhur Anda baru ingat maka lakukan saja Shalat Subuh pada waktu Zuhur. Ini contoh Anda tidak melakukan shalat karena lupa.
Atau bisa jadi Anda tidak melakukan shalat karena terpaksa. Misalnya, Anda dipaksa harus menyelesaikan pekerjaan hingga shalat Anda terlambat atau bahkan waktunya telah lewat, misalnya dokter yang tengah mengoperasi. Maka lakukan saja kapan Anda bisa melakukannya. Ini contoh meninggalkan shalat karena dipaksa keadaan.
Apa yang Anda tanyakan termasuk kategori “terpaksa dengan keadaan”. Anda tidak bermaksud melalaikan shalat namun keadaan atau situasi yang memaksa Anda melaksanakan Shalat Ashar di waktu maghrib. Maka hal seperti ini diperbolehkan. Untuk lebih jelas, mari kita telaah keterangan berikut.
Sahabat Jabir bin Abdullah r.a. meriwayatkan, Pada hari terjadinya Perang Khandaq, Umar bin Khattab r.a. datang kepada Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah ketika matahari hampir terbenam (hampir waktu maghrib) aku masih melakukan Shalat Ashar.” Nabi menjawab, “Demi Allah, aku sendiri belum melakukan Shalat Ashar.” Lalu, kami berdiri dan berangkat ke Buthan. Di sana, beliau berwudlu untuk melaksanakan Shalat Ashar dan kami pun berwudlu untuk melaksanakannya. Beliau melakukan Shalat Ashar setelah matahari terbenam (setelah masuk waktu Maghrib), kemudian setelah itu beliau melaksanakan Shalat Maghrib. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam bab “Orang yang melakukan shalat bersama orang lain secara berjamaah setelah waktunya lewat” (lihat Fathul Bari II:68) dan pada bab “Mengqadla shalat yang paling utama” (lihat Fathul Baari II:72) Hadis ini juga diriwayatkan Imam Muslim (lihat Jilid I, hal 438, no. hadis 631).
Status kesahihan hadis ini tidak perlu diragukan karena diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim. Hadis ini secara jelas menegaskan bahwa pada saat Perang Khandaq, Nabi saw. dengan para sahabat pernah melakukan Shalat Ashar pada waktu Maghrib. Caranya, beliau melaksanakan Ashar terlebih dahulu kemudian Maghrib.
Bertolak dari rujukan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa Shalat Ashar boleh dilakukan pada waktu maghrib jika disebabkan adanya situasi dan kondisi yang terpaksa, misalnya dikarenakan kemacetan seperti yang pernah Anda alami. Atau seorang dokter yang harus menolong pasiennya, seorang polisi yang terpaksa harus menangani kasus kejahatan, atau seorang mahasiswa yang harus mengikuti ujian, dll. Pokoknya apa pun penyebabnya, selama tidak bermaksud melalaikan shalat, kita bisa melaksanakannya pada waktu lain. Wallahu a’lam
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan dicatat sesuatu dari umatku karena lupa, kesalahan, dan karena terpaksa.” (H.R. Thabrani, Daraquthni, Hakim, dan Baihaqi) Hadis ini menjelaskan bahwa Allah tidak akan memberikan sanksi pada umatnya yang melakukan kekeliruan atau melalaikan ibadah karena lupa, khilaf (tidak tahu kalau perbuatan seperti itu dilarang agama), atau karena dipaksa.
Andai suatu saat Anda lupa tidak melakukan shalat, shalatlah saat Anda ingat walaupun waktu shalat sudah habis. Misalnya, Anda lupa tidak melakukan Shalat Subuh, dan pada waktu zuhur Anda baru ingat maka lakukan saja Shalat Subuh pada waktu Zuhur. Ini contoh Anda tidak melakukan shalat karena lupa.
Atau bisa jadi Anda tidak melakukan shalat karena terpaksa. Misalnya, Anda dipaksa harus menyelesaikan pekerjaan hingga shalat Anda terlambat atau bahkan waktunya telah lewat, misalnya dokter yang tengah mengoperasi. Maka lakukan saja kapan Anda bisa melakukannya. Ini contoh meninggalkan shalat karena dipaksa keadaan.
Apa yang Anda tanyakan termasuk kategori “terpaksa dengan keadaan”. Anda tidak bermaksud melalaikan shalat namun keadaan atau situasi yang memaksa Anda melaksanakan Shalat Ashar di waktu maghrib. Maka hal seperti ini diperbolehkan. Untuk lebih jelas, mari kita telaah keterangan berikut.
Sahabat Jabir bin Abdullah r.a. meriwayatkan, Pada hari terjadinya Perang Khandaq, Umar bin Khattab r.a. datang kepada Rasulullah dan berkata, “Ya Rasulullah ketika matahari hampir terbenam (hampir waktu maghrib) aku masih melakukan Shalat Ashar.” Nabi menjawab, “Demi Allah, aku sendiri belum melakukan Shalat Ashar.” Lalu, kami berdiri dan berangkat ke Buthan. Di sana, beliau berwudlu untuk melaksanakan Shalat Ashar dan kami pun berwudlu untuk melaksanakannya. Beliau melakukan Shalat Ashar setelah matahari terbenam (setelah masuk waktu Maghrib), kemudian setelah itu beliau melaksanakan Shalat Maghrib. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam bab “Orang yang melakukan shalat bersama orang lain secara berjamaah setelah waktunya lewat” (lihat Fathul Bari II:68) dan pada bab “Mengqadla shalat yang paling utama” (lihat Fathul Baari II:72) Hadis ini juga diriwayatkan Imam Muslim (lihat Jilid I, hal 438, no. hadis 631).
Status kesahihan hadis ini tidak perlu diragukan karena diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim. Hadis ini secara jelas menegaskan bahwa pada saat Perang Khandaq, Nabi saw. dengan para sahabat pernah melakukan Shalat Ashar pada waktu Maghrib. Caranya, beliau melaksanakan Ashar terlebih dahulu kemudian Maghrib.
Bertolak dari rujukan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa Shalat Ashar boleh dilakukan pada waktu maghrib jika disebabkan adanya situasi dan kondisi yang terpaksa, misalnya dikarenakan kemacetan seperti yang pernah Anda alami. Atau seorang dokter yang harus menolong pasiennya, seorang polisi yang terpaksa harus menangani kasus kejahatan, atau seorang mahasiswa yang harus mengikuti ujian, dll. Pokoknya apa pun penyebabnya, selama tidak bermaksud melalaikan shalat, kita bisa melaksanakannya pada waktu lain. Wallahu a’lam