Sampai kapan pun, manusia tidak akan dapat mengungkap tabir rahasia terjadinya kiamat. Karenanya, yang menjadi inti permasalahan ketika kita berbicara kiamat adalah sudah siapkah kita dengan berbagai perbekalan untuk menjalani hari-hari setelah kiamat di akhirat?
Kita boleh ngeri, merinding, dan takut mendengar ayat dan keterangan tentang kiamat. Namun demikian, hal tersebut hendaknya ditindaklanjuti dengan usaha untuk mempersiapkan diri kalau-kalau hari itu datang lebih cepat dari yang kita perkirakan.
Ya, bukankah kiamat bisa datang detik ini, menit ini, jam ini, hari ini, minggu ini, bulan ini, atau tahun ini? Sebelum hari itu datang, mari kita bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan berikut ini.
Sudahkah kita mengerjakan semua perintah-Nya?
Ya, mumpung kiamat belum datang, kita harus sudah mampu meluruskan syahadat ketauhidan yang menjadi landasan keimanan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Kita harus sudah menempatkan Allah di atas semua kepentingan kita atas kebutuhan duniawi.
Kita harus sudah bisa berhenti sejenak dari aktivitas kerja ketika mendengar seruan adzan dan bergegas ke masjid untuk menunaikan shalat Dzuhur. Shaum sunah harus sudah menjadi ibadah rutin yang selalu kita kerjakan selain shaum wajib. Harta yang kita miliki sudah harus membawa manfaat bagi fakir miskin yang ada di sekitar kita. Berhaji harus sudah menjadi kerinduan meski kita belum diberi kesempatan untuk datang memenuhi panggilan-Nya.
Sudahkah kita menjauhi semua larangan-Nya?
Ya, sudahkah kita bertobat dari dosa-dosa besar yang kita lakukan? Tentu saja, kita juga harus segera bertobat dari dosa-dosa kecil karena ia akan membesar juga kalau tidak segera ditobati. Mungkin orang tidak akan mengetahui segala dosa yang telah kita perbuat.
Namun demikian, Allah tidak pernah tidur dan kita tidak bisa mengelabui-Nya barang sedetik pun. Jadi, tidak ada alasan untuk kita menunda tobat atau pun mangkir dari pertobatan yang sudah seharusnya kita laksanakan.
Sudah ikhlaskah semua amal perbuatan kita?
Yakinkah kita bahwa semua amal perbuatan yang telah kita lakukan akan diterima di sisi-Nya. Sebuah keterangan menyatakan bahwa sebuah amal akan berbobot pahala manakala ia dilaksanakan dengan tulus ikhlas hanya mengharap ridha Ilahi.
Karenanya, akan tertolak dan sia-sia belaka semua amalan yang dilakukan atas alasan agar terlihat baik di mata orang tua atau mertua, agar dinilai sebagai suami yang baik di mata istri, agar dicap sebagai orang dermawan di mata tetangga, serta agar terlihat amanah di mata pimpinan.
Sudah mampukah kita melihat sisi baik dari semua ujian yang diberikan Allah?
Adalah manusia makhluk yang kerap mengeluh ketika ditampa cobaan. Mereka kadang lupa bahwa cobaan yang Allah timpakan pada hakikatnya adalah ujian yang kalau mereka sukses melaluinya maka mereka akan naik ke kelas yang lebih tinggi lagi.
Bukankah Allah memberikan ujian tidak akan lebih berat dari takaran kemampuan hamba-Nya? Ya, hal itu dilakukan Allah karena rasa cinta kepada hamba-hamba-Nya. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk mengeluh, terlebih menyalahkan Allah karena ujian yang tengah menimpa kita.
Sudah seberapa besar usaha kita mengajak orang lain untuk bersama-sama ke surga-Nya?
Bukankah Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak egois dalam menikmati keindahan agama? Karenanya, kita disuruh untuk menyeru tentang keindahan Islam kepada lebih banyak orang. Dimulai dari keluarga, saudara, tetangga satu desa, satu kota, bahkan sampai masyarakat luas satu negara. Tidak ingin orang-orang tercinta masuk neraka, kita harus bersungguh-sungguh mengajak mereka menuju jalan-Nya hingga nanti dapat dikumpulkan di surga-Nya kelak.
Merasa masih belum melaksanakan semua ajaran Islam dengan baik? Jangan khawatir. Anda masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki semua itu. Tentu saja, semua harus Anda lakukan dengan cepat sebelum kiamat akhirnya benar-benar datang dan menutup kesempatan untuk bertobat. [Muslik]