Percikan Iman – Anda mungkin pernah mengalami hari-hari di mana Anda jadi begitu mudah tersinggung, mudah meluapkan marah, bahkan pada anak balita Anda. Sampai-sampai Anda merasa Anda menjadi sosok lain selama hari itu. “Kok kamu jadi gampang emosi gini sih?” begitu testimoni dari teman-mu. Apablia Anda pernah mengalaminya, bisa jadi kualitas tidur Anda malam tadi kurang baik.
Sebelumnya kita sudah membahas bahwa glowing-nya seseorang itu tidak dilihat berdasarkan rupa, melainkan juga berdasarkan karakter takwa seseorang. Ketakwaan itulah yang kemudian mendorong seseorang cenderung memilih perilaku dan sikap yang baik dan tidak mudah terbawa arus emosi. Bukankah Istri cantik yang lembut tutur katanya lebih baik daripada istri sexy yang mulutnya pedas? Bukankah suami tampan dan dermawan lebih baik daripada suami yang rupawan tapi ringan tangan?
Namun, perilaku atau sikap tersebut bukanlah hasil semata karena keturunan orang tua yang baik, namun juga perlu diupayakan. Salah satu upaya yang dapat kita tempuh agar sikap kita lebih terkontrol adalah dengan memperhatikan hak jasad maupun jiwa secara seimbang.
Apa yang kita lakukan pada atau terjadi pada jiwa kita akan berpengaruh pada kesehatan tubuh kita. Jiwa yang terpelihara dengan zikir pada Allah, maka dia akan memiliki energi untuk mengendalikan dirinya. Pun, apa yang kita lakukan dengan atau pada tubuh kita, sejatinya mempengaruhi jiwa kita pada saat bersamaan. Salah satunya adalah dengan memberikan hak tidur pada diri kita.
Poin ini penting, mengingat di zaman ini, ada sebagian orang yang saking sibuknya sampai-sampai mengurangi tidurnya, bahkan ada yang sampai siklus hidupnya terbalik; malam bangun, siang untuk tidur. Padahal Allah Swt. sudah mengatur, bahwa waktu siang adalah waktu untuk manusia bekerja, sedang malam untuk istirahat.
Dalam Qur’an, surat Ar-Rum ayat 23, Allah Swt. berfirman:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖ مَنَامُكُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاۤؤُكُمْ مِّنْ فَضْلِهٖۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّسْمَعُوْنَ
Di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah tidurmu pada waktu malam dan siang hari serta usahamu mencari sebagian karunia-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang mendengarkan.
Bagi sebagian orang, tidur bisa jadi hanya rutinitas semata. Namun, sejatinya, di sana mengandung hikmah yang dalam. Kalau mengacu pada ayat di atas, kita dapat menemukan bahwa tidur merupakan salah satu wujud rahmat Allah Swt. Salah satunya, kita dapat menemukan hikmah berupa prinsip berkelanjutan atau sustainibility.
Pantaslah, dalam Islam tidur juga merupakan salah satu bagian dari rangkaian ibadah. Yakni, sebagai bagian dari rangkaian shalat malam. Tahajjud merupakan shalat sunnah yang paling utama, namun anjurannya di dalam Al-Qur’an, serangkai dengan tidur sebelumnya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat Al-Muzammil ayat 1-2,
يٰٓاَيُّهَا الْمُزَّمِّلُۙ
Hai, orang yang berselimut (Muhammad)!
قُمِ الَّيْلَ اِلَّا قَلِيْلًاۙ
Bangun untuk salat pada malam hari, dan sisakan sedikit waktu malam untuk tidur,
Kebanyakan As-Satidz mengutip ayat ini sebagai motivasi agar jama’ahnya mengurangi waktu tidurnya, dan mengisi sebagian waktu malamnya untuk tahajjud. Namun, dalam ayat ini, kita juga dapat melihat tetap ada proporsi tidur. Guru kita, Ustadz Aam bahkan berpendapat bahwa yang disebut shalat tahajjud itu adalah shalat malam yang didahului dengan tidur.
Di sini kita melihat betapa Allah Swt. memperhatikan setiap aspek dalam kehidupan kita agar tetap terjaga sesuai fitrahnya. Bagaimanapun juga, manusia itu makhluk yang berasal dari tanah, yang pasti merasakan lelah setelah beraktifitas seharian. Meski shalat malam mengandung keutamaan yang amat besar, tetap ada porsi agar hamba-hamba-Nya tetap tidur.
bahkan, Rasulullah Saw. mencecar sahabat yang berniat untuk mengisi setiap malamnya dengan shalat tanpa tidur.
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوْتِ أزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَسْأَلُوْنَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوْا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوْهَا، وَقَالُوْا: أَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ وَقدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَأُصَلِّيْ اللَّيْلَ أَبَداً، وَقَالَ الْآخَرُ: وَأَنَا أَصُوْمُ الدَّهْرَ أَبَداً وَلَا أُفْطِرُ، وَقَالَ الْآخَرُ: وَأَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَداً فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟ أَمَا وَاللهِ إِنِّيْ لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّيْ أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
Dari Anas Radhiyallahu anhu ia berkata, “Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Lalu setelah mereka diberitahukan (tentang ibadah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ), mereka menganggap ibadah Beliau itu sedikit sekali. Mereka berkata, “Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ! Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diberikan ampunan atas semua dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang.” Salah seorang dari mereka mengatakan, “Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya.” Lalu orang yang lainnya menimpali, “Adapun saya, maka sungguh saya akan puasa terus menerus tanpa berbuka.” Kemudian yang lainnya lagi berkata, “Sedangkan saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan menikah selamanya.”
Kemudian, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka, seraya bersabda, “Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allâh! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allâh dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku shalat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (Muttafaqun ‘alaih)
Mengisi malam dengan ibadah tanpa tidur terus menerus saja tidak boleh, apalagi ketika seseorang mengisinya dengan hanya yang mubah, terlebih mengisinya dengan maksiat. Tentu tidur jauh lebih baik, lebih mashlahat pada kelangsungan hidup kita. Namun, tentu tidur yang kami maksud di sini adalah tidur yang proporsional. Tidur itu baik, namun, jika berlebihan juga malah kontraproduktif. Baik kurang tidur atau terlalu berlebihan dalam tidur, sama-sama berdampak buruk pada kesehatan lahir batin.
Pada dasarnya, setiap manusia sudah Allah Swt. instal jam biologis dalam tubuhnya sehingga seseorang terdorong melakukan sesuatu pada jam-jam tertentu. Dalam ilmu psikologi, jam biologis ini disebut dengan siklus sirkadian. Siklus ini merupakan alami tubuh yang berlangsung sekitar 24 jam. Siklus ini mengatur berbagai proses tubuh, seperti tidur, bangun, suhu tubuh, hormon, dan metabolisme. Ritme sirkadian dipengaruhi oleh cahaya matahari dan merupakan mekanisme tubuh untuk beradaptasi dengan siklus siang-malam.
Ketika malam tiba, tubuh kita akan mengeluarkan hormon melatonin. Keluarnya hormon ini akan disertai dengan rasa kantuk. Perasaan tersebut sebenarnya sebentuk notifikasi pada diri kita, bahwa tubuh Anda sudah lelah dan kini saatnya tidur. Realitanya, kita akan menghadapi kondisi-kondisi di mana kita tidak bisa tidur saat itu juga. Misal, karena anak bayi kita terbangun atau karena sakit, atau karena stres atau kecemasan berlebih. Untuk dua alasan pertama, tentu tidak bisa dihindari, namun untuk dua alasan lainnya, perlu diatasi agar jangan sampai berlarut-larut.
Maka, jika tidak ada alasan khusus atau mendesak, maka tidak ada yang lebih baik bagi diri kita selain segera memenuhi panggilan tubuh untuk tidur. Dalam teori homeotasis, dijelaskan bahwa tubuh kita ini dibangun dengan sistem yang selalu menjaga keseimbangannya. Ketika kita tidur, tubuh kita bekerja keras memulihkan keseimbangan internal yang terganggu akibat aktivitas sehari-hari. Termasuk di dalamnya mengatur suhu tubuh, kadar hormon, dan juga aktivitas otak.
Artinya, ketika kita kurang tidur, maka akan terjadi ketidakseimbangan jumlah hormon dalam tubuh kita. Dampak kondisi tersebut dapat terlihat pada fisik kita maupun sikap dan perilaku kita. Mengutip alodokter, kurang tidur atau begadang berkontribusi pada wajah yang terlihat lebih tua, lingkar hitam di bawah mata, mudah berjerawat, dan kulit kusam. Di sini, kita dapat menemukan jika kurang tidur dapat mengurangi ketampanan atau kecantikan seseorang.
Menurut artikel di alodokter, saat seseorang kurang tidur, maka tubuh akan melepaskan hormon stre yang nantinya akan berdampak pada produksi kolagen di kulit. Sebagaimana kita tahu, kolagen ini berfungsi salah satunya untuk menjaga elastisitas kulit. Selain itu, begadang juga membuat laitas darah pada kulit terhambat. Pada akhirnya, menimbulkan ragam masalah kulit.
Pada akhirnya, jika begadang yang menjadi pemicunya, perawatan kulit rutin pun tidak akan memberikan hasil yang maksimal.
Selanjutnya, menurut American Psychological Association, dampaknya bagi jiwa, tidur dapat membuat seseorang lebih bahagia, sehat, dan merasa aman. Sebaliknya, kurang tidur dapat mengakibatkan seseorang kesulitan mengontrol dirinya.
Hal itu dapat terjadi lantaran ketika seseorang tidur cukup, maka hormon stres atau kortisol seseorang akan berkurang. Hormon kortisol atau stres memberi tekanan pada jiwa seseorang dan tidur adalah salah satu cara untuk meredakannya. Artinya, dengan tidur cukup, seseorang tidak perlu energi lebih untuk mengendalikan dirinya.
Setelah hormon stress dikurangi, tidur cukup juga berkontribusi pada tercukupinya hormon serotonin atau hormon bahagia.
Selain aspek hormonal, tidur juga berdampak pada fungsi-fungsi bagian otak kita. Amigdala berperan penting dalam memproses emosi, terutama emosi negatif seperti marah dan takut. Ketika kurang tidur, amigdala menjadi lebih sensitif dan mudah terpicu, sehingga kita lebih mudah marah atau cemas. Kemudian, prefrontal cortex. Bagian otak ini berperan dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan pengendalian impuls. Saat tidur cukup, prefrontal cortex berfungsi lebih optimal, sehingga kita dapat berpikir lebih jernih dan mengontrol emosi dengan lebih baik.
Terakhir, selama tidur, otak memproses informasi yang diperoleh sepanjang hari, termasuk pengalaman emosional. Tidur yang cukup membantu mengkonsolidasikan memori emosional yang positif dan mengurangi intensitas memori emosional yang negatif.
Maka, Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya. Mari terima tidur sebagai anugerah dari Allah Swt pada kita, dengan memenuhinya secara proporsional. Dengan begitu, kita pun dapat beribadah secara optimal, baik ibadah pada Allah Swt. maupun dengan sesama atau ibadah sosial. Yang pada akhirnya, berkontribusi pada kebahagiaan kita di dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam bi shawwab
_____
Tulisan ini, kami kembangkan berdasarkan materi yang disampaikan oleh guru kita, Dr. Aam Amirudin, M.Si. pada Majelis Percikan Iman (MPI) di Masjid Trans Studio Mall, serial “Manusia Paripurna”, pada Sabtu, 10 Agustus 2024