Shaum bagi orang dewasa adalah hal yang tidak terlalu memberatkan. Tapi bagaimana halnya dengan anak-anak? Mengajarkan anak untuk melaksanakan ibadah shaum sejak dini tentu tidak ada salahnya meski hal itu tidak mudah dan diperlukan kesabaran dalam mengajarkannya. Selain itu, harus diingat pula bahwa pembelajaran (shaum) ini harus dilakukan secara bertahap. Lebih lengkap, berikut beberapa tips yang dapat dijadikan referensi dalam mengajarkan shaum pada anak.
1. Beri pengertian kepada anak tentang makna, manfaat, fungsi dan tujuan shaum.
Hal ini akan memunculkan motivasi sehingga anak dapat melaksanakan shaum dengan sukarela tanpa ada paksaan sedikit pun. Jelaskan pada anak bahwa shaum memiliki efek positif bagi tubuhnya. Orangtua juga bisa menjelaskan makna shaum dan asyiknya menahan lapar yang berguna untuk mengajarkan kontrol (emosi) atau pengendalian diri. Pada anak yang temperamennya sulit dikendalikan, jelaskan bahwa melalui shaum anak yang bersangkutan dilatih untuk mampu menahan emosinya.
2. Ajakan shaum kepada anak harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan.
Pilihlah kata-kata yang positif, tidak menyuruh, tidak membentak, dan (seperti telah disebutkan sebelumnya) jangan membuat anak merasa terpaksa melakukannya.
3. Ciptakan lingkungan shaum yang kondusif bagi anak, dimulai dari orang tua, anggota keluarga lainnya, serta pengasuh.
Ketika sudah tercipta lingkungan shaum yang kondusif, maka mengajak anak untuk shaum akan relatif lebih mudah. Lebih dari itu, kadang tanpa disuruh pun anak akan ikut sahur walaupun paginya mungkin minta sarapan. Menghidangkan makanan favorit anak saat berbuka membuat buah hati merasa dihargai. Hal ini sekaligus membuat waktu sahur dan berbuka menjadi saat-saat menyenangkan serta ditunggu-tunggu kedatangannya oleh anak-anak.
Kegembiraan saat berbuka bersama atau makan sahur bersama pun akan memberikan suasana yang lain dari biasanya. Kalau biasanya seluruh anggota keluarga sulit sekali berkumpul untuk makan bersama, di bulan Ramadhan ini semua anggota keluarga akan berusaha berada di rumah saat berbuka. Jika anak sudah berkeinginan melakukan shaum, malam sebelumnya orangtua harus memberitahu buah hati agar bangun lebih awal untuk melakukan sahur bersama-sama sehingga lebih nafsu makan (sahur).
Selain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga harus turut mendukung atmosphere latihan shaum pada anak. Bagaimanapun, pengaruh lingkungan sekolah dan teman-teman seusia akan memacu motivasi anak untuk meningkatkan lamanya waktu melaksanakan shaum.
4. Latihlah anak untuk shaum secara bertahap.
Misal, pada tahap awal anak hanya disuruh shaum sampai pukul 11.00 atau jam 12.00 saja. Pada tahap selanjutnya, waktu shaum bagi mereka diperpanjang hingga mereka bisa melaksanakan (shaum) secara penuh. Bisa juga orangtua mengajarkan shaum pada anak dengan cara sambungan. Caranya, anak diminta shaum setengah hari (sampai Dzuhur), ia diperkenankan berbuka untuk kemudian melanjutkan shaumnya hingga Maghrib tiba.
Pada dasarnya, membisakan anak shaum Ramadhan dapat dilakukan secara efektif sejak usia sekitar 4 tahun. Pembelajaran shaum yang dilakukan secara bertahap dilakukan agar tumbuh kembang anak tetap terjaga baik. Pada anak, selain untuk kerja sistem pencernaan, enzim yang terdapat dalam usus juga berfungsi untuk membantu proses tumbuh kembangnya.
Proses bertahap ini penting untuk mengenalkan pola kerja organ tubuh pada anak. Dari pengenalan bertahap tersebut, orangtua dapat menilai sejauh mana kemampuan anak. Jadi, faktor komunikasi antara orangtua dan anak (dalam menerapkan metoda belajar shaum) memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan latihan shaum tersebut.
5. Bulan Ramadhan adalah juga bulan untuk banyak berbagi/beramal.
Selain mengajarkan shaum, orangtua bisa memberi contoh untuk melaksanakan ibadah sosial. Orangtua dapat menjelaskan realitas di luar lingkungan anak, seperti kondisi orang-orang yang kekurangan dan harus dibantu.
6. Tidak ada salahnya memberikan hadiah atas yang telah dilakukan oleh anak sehingga buah hati akan lebih terpacu untuk melaksanakan shaum.
Jika anak sudah terbiasa melakukan puasa sejak dini, maka kebiasaan ini akan terbawa terus hingga anak menjadi remaja. Dengan begitu, puasa Ramadhan yang wajib hukumnya bagi umat Islam, kelak dapat dijalankan oleh buah hati dengan baik saat ia akil baligh. Semoga bermanfaat!
dr. Eddy Fadlyana Sp.AK
Rubrik : Kesehatan MAPI 082010