Percikan Iman – Ia adalah wanita berkulit hitam, miskin, memiliki tubuh yang lemah. Pekerjaanya sehari-hari ialah marbot masjid yang bertugas membersihkan masjid. Namun, kematiannya membuat Rasulullah S.A.W. begitu kehilangan, ia dido’akan oleh Rasul sehingga kuburnya yang gelap menjadi terang, dan tentunya menjadi sebab terungkapnya hikmah besar di balik perilaku memuliakan masjid.
Ialah Ummu Mahjan, sebagaimana disebutkan dan kitab shahih tanpa menyebut nama aslinya merupakan salah satu shahabiyah yang tinggal di Madinah (Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat; VII/414).
Meski tubuhnya lemah, namun iman mampu menggerakkan dirinya untuk dapat turut berkontribusi terhadap Islam. Bisa jadi, di mata sebagian orang, pekerjaannya termasuk sepele.
Ia bekerja sebagai pembersih kotoran dan dedaunan di masjid Nabawi. Sebagaimana kita dapat temukan dalam berbagai sumber, Masjid Nabawi pada masa itu hanya tertutupi dengan atap sebagian saja, sisanya dibiarkan terbuka tanpa atap.
Ia senantiasa membersihkan salah satu masjid yang Allah muliakan, masjid yang melahirkan manusia-manusia agung dalam berbagai perannya menyebarkan Islam. Di sanalah lahir para ulama, di sana-lah lahir para pejuang dan pahlawan umat ini, serta di sana pula Rasulullah selaku pemimpin bermusyawarah, meggodok gagasan, dan membuat keputusan untuk kebaikan umat.
Begitulah memang seharusnya fungsi masjid. Menjadi titik mula, menjadi pondasi, serta menjadi penyangga paradaban.
Ummu Mahjan sadar betul dengan apa yang dilakukannya, imannya bertransformasi menjadi sebentuk amal, berdampak pada amal-amal besar berikutnya.
Meski terkesan sepele, namum beliau konsisten dan menekuni pekerjaan tersebut. Allah, Rasul-Nya, dan para sholihin, yakni para Sahabat pemuka umat ini menjadi saksi.
Singkat cerita, Ummu Mahjan wafat di kala Rasulullaah, Muhammad S.A.W sedang tidur karena kala itu sudah malam hari. Demi menghormati Rasul, para sahabat menguburkan Ummu Mahjan di Baqi’ Gharqad tanpa keikutsertaan Rasulullah S.A.W setelah menyolatkanya.
Pagi harinya, Rasulullah S.A.W. merasa kehilangan wanita tersebut. Lantas beliau bertanya pada para sahabat terkait keberadaanya. Demi mendengar pertanyaan dari bibir manusia nan mulia, para sahabat menjawab, “Beliau telah dikuburkan wahai Rasulullah, kami telah mendatangi Anda dan kami mendapati Anda masih dalam keadaan tidur sehingga kami tidak ingin membangunkan Anda.”
Seketika itu, Rasulullah S.A.W. berseru, “Mari kita pergi!” Seraya para sahabat mengikuti di belakangnya menuju Baqi’.
Setibanya di lokasi, Rasulullaah S.A.W. berdiri melaksanakan shalat jenazah dengan diikuti oleh ber-shaf-shaf sahabat di belakang beliau.
Usai shalat, Rasulullah S.A.W. bersabda:
إِنَّ هٰذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةٌ عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللّٰهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِي عَلَيْهِمْ
“Sesungguhnya kubur ini terisi dengan kegelapan atas penghuninya dan Allah meneranginya bagi mereka karena aku telah menyalatkannya.” [Lihat al-Ishabah (VIII/187), al-Muwatha’ (I/227), an-Nasa’i (I/9) hadits tersebut mursal, akan tetapi maknanya sesuai dengan hadits yang setelahnya yang bersambung dengan riwayat al-Bukhari dan Muslim.]
Masya Allah, sahabat.. Pekerjaan itu memang terkesan sepele. Bebersih masjid yang biasa dikerjakan oleh Marbot Masjid itu justru menjadi sebab turunnya Rahmat Allah, menjadi penerang di alam kubur, di mana seharusnya gelap gulita.
Ummu Mahjan mencintai dan memuliakan masjid dengan caranya. Pertanyannya kemudian, bagaimana cara kita memuliakan masjid?
Sementara kita tidak tahu amal mana yang dapat menjadi penerang kita di alam barzakh kelak.